Rabu, 21 Oktober 2009

Ismet Abdullah Ditetapkan Sebagai Tersangka


Jakarta, CyberNews. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan tersangka dalam pengadaan mobil pemadam kebakaran. Kali ini KPK menetapkan Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) Ismet Abdullah sebagai tersangka. Ismet menjadi tersangka dalam korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran di Batam. Ketika pengadaan berlangsung, Ismet adalah Ketua Otorita Batam yang melakukan pengadaan dua unit kendaraan pemadam kebakaran yang dipasok PT Satal Nusantara milik Hengky Samuel Daud. Hengky sendiri sudah ditetapkan sebagai terdakwa dalam kasus tersebut.

Pengadaan itu merupakan bagian pengadaan yang sama di 22 daerah di Indonesia, antara lain di Bengkulu, Bali, Jawa Tengah, Maluku Utara, Sumatera Utara, dan Sulawesi Utara, Riau. Kemudian, Kalimantan Timur, Jawa Barat, Kabupaten Tanggamus, Lampung Tengah, Boolang Mongondow, Minahasa, Kepulauan Talaud, Kota Jambi, Kendari, Pemko Medan, Pemko Makasar, serta Otorita Batam. Pengadaan dilakukan berdasarkan surat radiogram yang ditandatangani Direktur Otonomi Daerah Oentarto Sindung Mawardi yang juga sudah menjadi terdakwa di Pengadilan Tipikor, Jakarta.

Sementara dalam dakwaan milik Hengky Samuel Daud, Penuntut Umum KPK menyatakan, Daud dalam menjual mobil pemadam kendaraan miliknya ke sejumlah daerah di Indonesia, telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 97 miliar. Tidak hanya itu, Daud diduga meraup keuntungan hingga Rp 10,9 miliar karena telah mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk dalam mendatangkan mobil damkar tersebut.

Selain Ismet, dalam kasus ini KPK juga menjerat setidaknya empat pejabat daerah lainnya. Mereka adalah Walikota Makassar Baso Amiruddin Maula, Walikota Medan Abdillah dan wakilnya Ramli, mantan Gubernur Riau Saleh Djasit, Pimpinan Proyek di Kalimantan Timur Ismed Rusdani, dan mantan Gubernur Jawa Barat Danny Setiawan. Kesemuanya telah divonis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) seperti Maula telah divonis empat tahun, Walikota Medan nonaktif Abdillah yang divonis lima tahun penjara, Wakil Walikota Medan Ramli Lubis yang divonis empat tahun penjara, Saleh Djasit dihukum penjara empat tahun, dan Ismed Rusdani divonis dua tahun. Terakhir, mantan Gubernur Jawa Barat Danny Setiawan dihukum selama empat tahun.

Sabtu, 25 April 2009

Karimun Menjadi Ladang Mendulang Rupiah dari Proposal Fiktif


T.Balai – Kepri - Kasus-kasus penipuan berkedok proposal oleh oknum-oknum baik PNS atau nonPNS semakin marak terjadi di wilayah Kabupaten Karimun. Bahkan menjelang Pemilu Legeslatif baru-baru ini hampir sebagian besar anggota DPRD Karimun membuat proposal fiktif untuk kepentingan kampanye dan pemenangan dalam pemilu kali ini.

Berdasarkan pantauan dan investigasi LSM Komunitas Anti Korupsi Indonesia (KAKI) dan bocoran dari salah seorang staf Bagian Keuangan di setkab. Karimun mengatakan bukan saja Anggota DPRD, tetapi Caleg yang berasal dari keluarga Bupati Karimun dan oknum LSM yang maju menjadi caleg termasuk yang paling banyak mengambil uang di Bagian Keuangan dengan menggunakan Proposal Fiktif.

Lebih lanjut sumber tersebut mengatakan lebih dari 35 persen proposal yang masuk di setkab Karimun diduga proposal fiktif, hal ini dapat dilihat dari kegiatan dan efen yang dilakukan oknum-oknum mafia proposal fiktif tersebut.

Oleh karena itu LSM Komunitas Anti Korupsi Indonesia (KAKI) secepatnya akan melaporkan dugaan korupsi dengan modus operandi proposal fiktif tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Hal tersebut diungkapkan Sekjen KAKI, Rofi A P, S.Sos baru-baru ini di Batam.

“Saat ini kita sudah merampungkan konsep laporannya, lebih 10 milyar Negara dirugikan uleh mafia proposal fiktif ini, sekembali dari Bengkulu kita akan masukkan laporannya ke KPK, karena masyarakat disana sudah resah, apalagi ulah oknum LSM yang ada disana” ujar Rofi.

Lebih lanjut Rofi mengatakan untuk meredam LSM-LSM yang vocal di Kabupaten Karimun, Bupati Karimun, H. Nurdin Basirun telah memberikan hadiah Umrah ke tanah suci mekah.

Upaya tersebut menurut Rofi adalah uapaya pembodohan terhadap masyarakat, untuk beribadah semestinya menggunakan dana hasil keringat sendiri bukan dengan menggunakan dana APBD , sebab hadiah tersebut merupakan uapaya pembungkaman aktivis yang ada di Kabupaten Karimun.

Ia mengaharapkan dengan adanya laporan ke KPK, semua proposal yang ada di Setkab Karimun di Audit secara mendalam, sebab mafia proposal fiktif ini tidak pernah menulis namanya sendiri dengan menulis nama fiktif dengan melakukan pemalsuan foto copy KTP atau sebagainya.” Tegas rofi

Dugaan Korupsi Dana Otda


Sintang,- Dugaan korupsi dana otda Rp 2,3 miliar belakangan menjadi pembicaraan hangat di semua kalangan di Sintang. Karenanya, Ketua DPRD Sintang Drs Mikael Abeng MM angkat bicara, seperti yang disampaikannya kepada Pontianak Post di kantornya Rabu (28/4).

Dia mengatakan, dana Otda itu memang telah diterima seluruh anggota DPRD Sintang sebesar Rp 2,3 miliar. Namun dana itu digunakan dan diperuntukan penunjang otonomi daerah, bahkan hasilnya sudah ada dan nyata. Menurut Abeng , selama ini pihaknya telah mendengar ramainya pembicaraan masalah itu. Namun, karena para anggota DPRD Sintang sedang berkonsentrasi pelaksanaan kampanye, juga menyukseskan Pemilu 2004 hal itu seperti terabaikan. Namun, apa yang telah dilakukan oleh Jarak (jaringan rakyat untuk keadilan) telah banyak merugikan nama baik kelembagaan DPRD serta perorangan. Sebab, belum tahu kebenarannya, akan tetapi masalah itu sudah jadi konsumsi publik, dan tuduhan korupsi.

Di sisi lainnya masyarakat tidak tahu maka berpengaruhi terhadap perolehan suara DPRD pada masa ikut kampanye. Apa yang di dipersoalkan aktivis Jarak, kata Abeng, bahwa benar dana itu telah mereka ambil, namun digunakan untuk menuju otonomi daerah. Maka DPRD, wajarlah karena mitra sejajar pemerintah daerah karena sama-sama bertanggung jawab terhadap otonomi daerah supaya bisa berkembang dengan baik.

Abeng menjelasakan, dari tahun 2001 telah merancang kegiatan otonomi daerah. Bahkan tahun 2003 anggaran dana khusus Otda bisa digunakan sebagai mitra sejajar dengan Pemkab Sintang yang disimpan di Pos Beppeda sebesar Rp 2, 3 Milyar.

Bahkan dana sebesar 2,3 Milyar itu untuk penunjang otonomi daerah digunakan untuk pertemuan ke Jakarta serta di Departemen Dalam Negeri, Hankam, Keuangan dan juga Kesehatan.

Untuk dalam negeri pembahasan masalah Perda, Hankam soal perbatasan, Keuangan dirjen keuangan daerah, Kimpraswil masalah jalan, Kesehatan masalah rumah sakit.

"Apa yang kami lakukan untuk Kabupaten Sintang," tegasnya.

Selain itu mereka juga mempelajari pengembangan Pariwisata serta studi banding di Bandung dan Jogyakarta serta melakukan kunjungan ke Kecamatan, terutama pertemuan DPR RI tentang pembentukan Kabupaten Melawi.

"Karena Kabupaten Sintang luas, maka akan dibagi menjadi dua Kabupaten, yaitu Kabupaten Melawi menjadi Kabupaten Baru bahkan Kabupaten itu sudah terbentuk pada saat ini," jelasnya.

Hasil pertemuan di berbagai pihak maka DAU meningkat dari Rp 193 milyar menjadi Rp 232 milyar, bahkan sampai saat ini menjadi Rp 300 miliar lebih. Untuk DAK ( Dana Alokasi Khusus) dulunya sektor kehutanan saja tapi saat ini bertambah sektor pendidikan, kesehatan dan kimpraswil.

Masalah perbatasan serta Hankam sudah dibuka pos pengamanan perbatasan di Desa Jasa.

" Bukan Sanggau dan Kapuas Hulu saja namun Sintang juga akan dibuka get perbatasan di Senaning dengan agenda Sosek Malindo," ujarnya. Maka dengan menggunakan dana otonomi daerah itu maka berbagai hal di atas itu bisa terbentuk seperti Kabupaten Melawi, meningkatkan DAU, DAK dan juga sektor lainnya yang ada di Kabupaten Sintang. (bd)



< Dugaan korupsi dana otda Rp 2,3 miliar belakangan menjadi pembicaraan hangat di semua kalangan di Sintang. Karenanya, Ketua DPRD Sintang Drs Mikael Abeng MM angkat bicara, seperti yang disampaikannya kepada Pontianak Post di kantornya Rabu (28/4).

Dia mengatakan, dana Otda itu memang telah diterima seluruh anggota DPRD Sintang sebesar Rp 2,3 miliar. Namun dana itu digunakan dan diperuntukan penunjang otonomi daerah, bahkan hasilnya sudah ada dan nyata. Menurut Abeng , selama ini pihaknya telah mendengar ramainya pembicaraan masalah itu. Namun, karena para anggota DPRD Sintang sedang berkonsentrasi pelaksanaan kampanye, juga menyukseskan Pemilu 2004 hal itu seperti terabaikan. Namun, apa yang telah dilakukan oleh Jarak (jaringan rakyat untuk keadilan) telah banyak merugikan nama baik kelembagaan DPRD serta perorangan. Sebab, belum tahu kebenarannya, akan tetapi masalah itu sudah jadi konsumsi publik, dan tuduhan korupsi.

Di sisi lainnya masyarakat tidak tahu maka berpengaruhi terhadap perolehan suara DPRD pada masa ikut kampanye. Apa yang di dipersoalkan aktivis Jarak, kata Abeng, bahwa benar dana itu telah mereka ambil, namun digunakan untuk menuju otonomi daerah. Maka DPRD, wajarlah karena mitra sejajar pemerintah daerah karena sama-sama bertanggung jawab terhadap otonomi daerah supaya bisa berkembang dengan baik.

Abeng menjelasakan, dari tahun 2001 telah merancang kegiatan otonomi daerah. Bahkan tahun 2003 anggaran dana khusus Otda bisa digunakan sebagai mitra sejajar dengan Pemkab Sintang yang disimpan di Pos Beppeda sebesar Rp 2, 3 Milyar.

Bahkan dana sebesar 2,3 Milyar itu untuk penunjang otonomi daerah digunakan untuk pertemuan ke Jakarta serta di Departemen Dalam Negeri, Hankam, Keuangan dan juga Kesehatan.

Untuk dalam negeri pembahasan masalah Perda, Hankam soal perbatasan, Keuangan dirjen keuangan daerah, Kimpraswil masalah jalan, Kesehatan masalah rumah sakit.

"Apa yang kami lakukan untuk Kabupaten Sintang," tegasnya.

Selain itu mereka juga mempelajari pengembangan Pariwisata serta studi banding di Bandung dan Jogyakarta serta melakukan kunjungan ke Kecamatan, terutama pertemuan DPR RI tentang pembentukan Kabupaten Melawi.

"Karena Kabupaten Sintang luas, maka akan dibagi menjadi dua Kabupaten, yaitu Kabupaten Melawi menjadi Kabupaten Baru bahkan Kabupaten itu sudah terbentuk pada saat ini," jelasnya.

Hasil pertemuan di berbagai pihak maka DAU meningkat dari Rp 193 milyar menjadi Rp 232 milyar, bahkan sampai saat ini menjadi Rp 300 miliar lebih. Untuk DAK ( Dana Alokasi Khusus) dulunya sektor kehutanan saja tapi saat ini bertambah sektor pendidikan, kesehatan dan kimpraswil.

Masalah perbatasan serta Hankam sudah dibuka pos pengamanan perbatasan di Desa Jasa.

" Bukan Sanggau dan Kapuas Hulu saja namun Sintang juga akan dibuka get perbatasan di Senaning dengan agenda Sosek Malindo," ujarnya. Maka dengan menggunakan dana otonomi daerah itu maka berbagai hal di atas itu bisa terbentuk seperti Kabupaten Melawi, meningkatkan DAU, DAK dan juga sektor lainnya yang ada di Kabupaten Sintang.

KPK Segera Tangani Korupsi Daerah


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan segera melakukan pengusutan dan penyelidikan kasus korupsi yang terjadi di daerah hingga ke tingkat kota dan kabupaten di seluruh tanah air. Pengusutan termasuk ke Kota Cirebon, yang masuk dalam kategori rendah dalam peringkat Indek Persepsi Korupsi (IPK) hasil survei Tranparency International Indonesia (TII).

"Kami menerima banyak laporan mengenai terjadinya dugaan korupsi di beberapa daerah, baik tingkat provinsi maupun kota, dan kabupaten," kata anggota KPK Asep Chaerullah, seusai acara sosialisasi Indeks Persepsi Korupsi 2008 di Hotel Zamrud, Kota Cirebon, Kamis (26/2).

Pengusutan dan penyelidikan, kata dia, sangat mungkin juga dilakukan di wilayah Cirebon. "Kami memang menerima laporan mengenai adanya kasus korupsi di Cirebon. Tidak tertutup kemungkinan, kami menginvestigasi Cirebon," katanya.

Predikat sebagai kota dengan IPK rendah yang disandang Kota Cirebon memunculkan reaksi beragam. Sekretaris Daerah Kota Cirebon H. Hasanudin Manap, mempertanyakan proses survei sekaligus hasil survei tersebut.

Wakil Ketua DPRD Kota Cirebon Edi Suripno mengatakan, terlepas dari hasil survei itu memiliki validasi data yang akurat ataupun tidak, temuan itu harus menjadi cambuk bagi penyelenggaraan pemerintahan di Kota Cirebon.

Menurut Florian Vernaz, Communication Officer TII, rendahnya skor yang didapat Kota Cirebon yakni 3,82 dimungkinkan karena pada periode 2004-2008, ada beberapa kasus korupsi yang melibatkan pejabat Kota Cirebon.

Kasus tersebut di antaranya kasus BPR PD Bank Pasar Kota Cirebon yang nilainya Rp 3,1 miliar dan dugaan korupsi dana penunjang operasional DPRD Kota Cirebon 2004 sejumlah Rp 4,9 miliar.

Tak percaya

Wali Kota Tasikmalaya Syarif Hidayat tidak percaya dengan hasil survei TII, yang memberikan skor tinggi atau peringkat IPK cukup bagus. Padahal, apa yang dilakukannya belum maksimal dalam pencegahan korupsi serta pemberian pelayanan ke publik.

Sementara itu, Ketua DPRD Kota Tasikmalaya Nurul Awalin mengatakan, hasil survei TII tersebut patut disyukuri bersama sebagai cermin birokrasi di Kota Tasikmalaya masih baik. Namun, ujar dia, semua itu harus dijadikan motivasi serta tantangan, agar hal tersebut terus ditingkatkan.

Kamis, 24 Juli 2008

let to try

testing